By. Andi AkmalAmnur
Potensi Permintaan
Peningkatan konsumsi terhadap aluminium membuat komoditi ini menjadi sumber
perkembangan dan pertumbuhan industri dan ekonomi. Dari segi jumlah pemakaian,
produk aluminium juga meningkat tajam. Aluminium adalah
merupakan salah satu komoditi masa depan, ramah lingkungan dan logam dasar yang
sangat dibutuhkan oleh umat manusia (Aachen Univ. Prof.Dr. Werner Gocht, Aluminium for Future Generation, Dusseldorf, 2001)
Pemakaian Aluminium yang demikian luas
karena mempunyai keunggulan seperti ringan, kuat, tidak berkarat, penghantar
listrik yang baik, steril, mudah dibentuk dan didaur ulang, belum lagi bila ditinjau dari kelangkaan
bahan kayu terkait isu pemanasan global maka sebagai bahan alternatif kayu adalah
aluminium, yaitu untuk struktur bangunan, perabot, jendela, pintu. Aluminium
juga dipakai untuk produk produk canggih, bungkus makanan, bungkus obat-obatan,
bahan pembuat alat alat elektronika, alat alat transportasi dan lain lain. Bahkan
jika kita amati secara seksama ternyata dimanapun kita berada manusia tidak
terlepas dari barang barang yang mempunyai kandungan Aluminium.
Prospek pertumbuhan kebutuhan Aluminium global dalam
jangka panjang sampai tahun 2035 tetap tinggi yang didorong oleh tingginya
tingkat kebutuhan di China dan India termasuk sebagian kawasan Asia dan Amerika
Selatan. Utuk kebutuhan dunia CRU memperkirakan bahwa dunia masih tetap butuh
sekurang kurangnya 54 Smelters dengan kapasitas 750.000 Ton per tahun sampai tahun 2035 dimana tantangan utamanya
adalah untuk mendapatkan sumber enersi yang kompetitif.
Harga yang terus meningkat
Sejak tahun 1978, Primary Aluminium telah
diperdagangkan pada London Metal Exchange (LME). Mulai pertengahan tahun 1980
LME Aluminium Price menjadi rujukan utama dalam menentukan harga Aluminium pada
hampir seluruh perdagangan Aluminium dunia.
Dari tahun 1981 ~ 2008, nominal harga LME
Aluminium rata2 tahunan secara bertahap terus meningkat bergerak antara
US$1,318 ~ US$2,662/Ton. Namun demikian harga menurun tajam dalam tahun 2009
menjadi rata2 tahunan US$1,701/Ton akibat krisis keuangan global.
Dalam beberapa tahun belakangan ini,
Sanghai Futures Exchange (SHFE) merupakan benchmark price buat menentukan harga
Aluminium di China. Peluang arbitrase perbedaan harga antara SHFE dan LME
menjadi pendorong perdagangan Aluminium dari China ke pasar dunia lainnya.
Pada Siklus harga Aluminium mempunyai Harga
puncak dalam selang waktu rata-rata 34 atau 24 bulan dengan tidak
memperhitungkan perioda 1990an saat terjadinya resesi dunia. Pengukuran
berbasis puncak ke puncak, rata-rata siklusnya adalah 6,8 tahun. Dalam siklus kecendrungan turun, Persediaan fisik
Aluminium meningkat menandakan lemahnya permintaan dan selanjutnya produksi
dikurangi sehingga persediaan kembali pada posisi keseimbangan yaitu 45~50 hari
dan pasar kembali seimbang.
Harga
Aluminium aktual, Tahun 2010, 2011, 2012 serta forecast Tahun 2013f, 2014 dan
2015 menurut MBR Aluminium Weekly Market Tracker, issu 352 October 21 2013
adalah sebabagai berikut:
Tabel 1. Forecast Harga Aluminium di Pasar LME
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
|
Cash (USD/Ton)
|
2.173
|
2.395
|
2.018
|
1.852
|
1.925
|
2.000
|
Per3 Bulan
(USD/ton)
|
2.199
|
2.420
|
2.050
|
1.892
|
1.965
|
2.040
|
Sumber
: Metal Bulletin Research, IAI,LME, WBMS
|
1.1 Potensi Sumber Daya Bauksit
Industri
aluminium mengkonsumsi hampir 90 % pada pertambangan bauksit, sisanya digunakan
untuk produk-produk abrasif, semen, keramik, fluks metalurgi, refraktori (produk tahan panas), miscellaneous products (Bray, 2010b).
Walaupun
potensi bauksit Indonesia tidak terlalu besar untuk ukuran dunia, akan tetapi
untuk kebutuhan nasional dan regional masih tetap diperhitungkan.
Sebaran bauksit
nasional berada diwilayah Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.
Data Kementerian ESDM menyebutkan bahwa
jumlah sumber daya bauksit nasional adalah sebanyak 551.961.397 ton dengan
cadangan bauksit 179.503.546 ton yang tersebar di pantai timur Sumatera,
Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Tengah serta Papua.
1.1 Potensi Sumber Daya Energi
Faktor yang paling penting dalam industri aluminium adalah ketersediaan
sumber eneri listrik yang relative murah. Dalam struktur biaya industri
aluminium biaya energy mencapai diatas 20%
Tabel 2.Struktur Biaya Produksi Aluminium
No
|
Komponen
|
Komposisi %
|
1
|
Alumina & Freight
|
34
|
2
|
Capex & Corporate Charge
|
24
|
3
|
Power Cost
|
23
|
4
|
Carbon Cost
|
9
|
5
|
Labor Cost
|
2
|
6
|
Other Costs & Net
Realization
|
8
|
TOTAL COST
|
100
|
Aluminium dikatakan juga “listrik dalam
kaleng” (canned electricity), Power/Enersi yang digunakan selain merupakan
komponen biaya no.3 terbesar juga jaminan stabilitas supplainya sangat kritis dalam menentukan kelancaran operasi
pabrik, oleh karenanya strategi yang dilakukan banyak Smelter dunia adalah
menjadikan Power Plant sebagai satu kesatuan pengelolaan (Dedicated Power Plant).
Besaran biaya enersi sangat tergantung dari sumber penggerak yang digunakan,
seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTG atau lain lain. Dunia saat ini dibagi atas
2(dua) kelompok pemakaian bedasarkan sumber enersinya yaitu (1) Menggunakan
enersi yang sangat murah Hydro dan Gas (Timur Tengah) dengan rentang biaya
0,5~2,0 Cen$/kWh dan (2) Menggunakan biaya lebih mahal Batubara diatas 30Cen$/kWh. Di Indonesia sumber daya potensi energy
listrik yang relative murah yaitu PLTA cukup tersedia.
Pengambil Alihan PT INALUM
Keberadaan PT INALUM sangat berperan penting dalam struktur industri
aluminium nasional. Dari supply chain industri aluminium, Indonesia hanya
mempunyai smelter aluminum yang selama ini bagi hasil dengan perusahaan Jepang.
PT INALUM hanya memenuhi sebanyak 100.000 ton aluminum ingot per tahun dari
675.000 ton kebutuhan Nasional.
Komponen industri yang lain seperti refinery alumina Indonesia belum
meiliki, dan selama ini Indonesia mengimpor alumina dari Australia sebanyak
500.000 ton per tahun untuk kebutuhan PT INALUM.
Dengan berakhirnya perjanjian kerja sama antara Perusahaan Jepang dengan
Pemerintah Indonesia, sehingga PT INALUM menjadi milik pemerintah Indonesia,
akan menjadi pendorong dalam pengembangan industri aluminium nasional. (A3)